Sampah plastik merupakan persoalan besar yang perlu ditangani secara serius, baik implementasi kebijakan maupun strategi nasionalnya. Saat ini, upaya pemilihan serta pengolahan sampah masih sangat minim sebelum ditimbun di tempat pemrosesan akhir (TPA). Pasalnya, jumlah peningkatan timbunan sampah di Indonesia mencapai 175.000 ton per hari atau setara 64 juta ton per tahun.

Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan R Sudirman menyatakan, “Jika kebijakan do nothing tetap dilaksanakan, kebutuhan lahan untuk TPA akan meningkat menjadi 1.610 hektare pada 2020. Dilema sulitnya pengadaan lahan TPA mendorong Pemerintah Indonesia pada 2014 menggagas lahirnya komitmen “Indonesia Bersih Sampah 2020.”

Penggunaan kantong plastik sekali pakai secara berlebih menjadi penyumbang besar persoalan sampah kantong plastik. Hal ini bermula dari adanya promosi pemberian kantong plastik secara gratis yang dilakukan di toko-toko modern (minimarket dan supermarket), yang kemudian memicu perubahan perilaku konsumen menjadi berlebihan menggunakan kantong plastik. Akibatnya, timbunan sampah kantong plastik di TPA, sungai, danau, dan laut menjadi meningkat.

Penggunaan kantong plastik di Indonesia dapat digambarkan dengan penghitungan rata-rata setiap hari. Hal itu terlihat ketika berbelanja, rata-rata orang membawa pulang tiga kantong plastik. Dalam hitungan setengah jam, kantong plastik itu akan menjadi sampah.

Ada 32 ribu toko anggota Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia (Aprindo) yang berpotensi mengedarkan kantong plastik sebanyak 9,6 juta lembar per hari atau 3,5 miliar lembar per tahun.Di luar Aprindo, ada sekitar 60 ribu toko retail yang berpotensi mengedarkan 300 kantong plastik per hari dari setiap toko. Totalnya, potensi sampah kantong plastik yang beredar mencapai 270 juta lembar per hari atau 9,85 miliar lembar per tahun. Jumlah ini terus bertambah setiap tahunnya. Padahal, kantong-kantong plastik itu tidak akan hancur hingga lebih dari 100 tahun.

Sedangkan, untuk kantong plastik degradable yang membutuhkan waktu setidaknya dua tahun untuk hancur, membutuhkan kondisi ideal melalui mekanisme oksidasi yang dipicu dengan adanya sinar ultraviolet, panas, cahaya, oksigen, juga mechanical stress untuk menghancurkannya.

Dalam prosesnya, kantong plastik degradable hanya hancur menjadi serpihan sangat kecil yang bisa tercerai-berai dan lebih membahayakan lingkungan. Sebab, serpihan itu menjadi micro-plastic yang dapat masuk ke dalam rantai makanan hewan, terutama hewan laut, sehingga perlu ditangani secara khusus dengan menyediakan tempat penanganannya.

Dengan teknologi yang terus berkembang, kantong plastik pun mengalami perubahan. Kini, muncul kantong berbahan nabati yang diklaim dapat menjadi pupuk kompos 100 persen. Perkembangan teknologi ini kemungkinan mengurangi masalah penanganan sampah kantong plastik.

Meski demikian, yang paling utama adalah mengubah perilaku masyarakat untuk tidak lagi memakai kantong belanja sekali pakai (single-use plastic bag). Sebagai gantinya, menggunakan tas belanja yang digunakan berulang kali sehingga mengurangi timbunan sampah kantong plastik di TPA, sungai, atau laut.

Kementerian Lingkungan Hidup telah menerapkan uji coba kantong plastik berbayar pada 21 Februari - Juni 2016. Hasilnya cukup menggembirakan. Penggunaan kantong plastik di gerai toko modern cenderung menurun hingga 55 persen. Hasil uji coba ini menunjukkan adanya kemauan konsumen untuk lebih bijak menggunakan kantong plastik sekali pakai jika toko modern tidak lagi memberikan promosi kantong plastik secara gratis.

Menyikapi hasil uji coba itu, beberapa toko modern memutuskan untuk tidak lagi menggratiskan kantong plastik, di antaranya Superindo dan Aeon Supermarket. Sedangkan Lotte Wholesale dan IKEA sejak awal berdiri sudah menerapkan kebijakan untuk tidak menyediakan kantong plastik secara gratis.

Selain itu, Indonesia telah berkomitmen pada dunia melalui kampanye #CleanSeas yang digagas UN Environment untuk mengurangi sampah plastik di pesisir dan di lautan sebesar 70 persen pada 2025. Komitmen itu kembali ditegaskan Presiden Joko Widodo pada G-20 Summit di Jerman. Indonesia berkomitmen mengurangi sampah sebesar 30 persen melalui 3R (reduce, reuse, dan recycle) serta mengurangi sampah plastik ke laut sebesar 70 persen pada 2025. (*)