Gaya, Jakarta - Salah satu faktor punahnya permainan tradisional adalah karena faktor orang tua. Pemerhati Permainan Tradisional dan Pendiri Gudang Dolanan Indonesia, Endi Aras mengatakan terputusnya komunikasi antara orangtua dan anak dapat mempercepat punahnya permainan tradisional Indonesia. "Orang tua tidak memberitahukan adanya permainan tradisional, seperti engklek dan lainnya," ujar Endi dalam talkshow Festival Bermain Anak di Aula Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sabtu, 9 September 2017.

Faktor lain yang menghambat eksistensi permainan tradisional Indonesia adalah semakin berkurangnya lapangan.  "Kalau dulu lapangan buat bermain masih luas," kata dia yang mengacu kepada lahan bermain di kawasan kota. Baca: Permainan Tradisional Ajarkan Gotong Royong dan Melatih Fisik

Lalu faktor terakhir adalah masuknya berbagai jenis permainan modern. Seiring perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan teknologi, permainan tradisional seperti petak umpet, egrang, conglak, lompat tali, gangsing, engklek, cublak-cublak suweng, kelereng dan lainnya sudah jarang dimainkan anak-anak masa kini."Permainan modern memberikan kemudahan," ujarnya.

Endi menambahkan, saat ini Indonesia memiliki sekitar 2.500 jenis permainan tradisional yang persebarannya meliputi seluruh nusantara. Keberadaannya semakin hari terancam punah karena sudah banyak ditinggal oleh masyarakat Indonesia akibat perkembangan teknologi.

Padahal permainan tradisional merupakan kekayaan budaya lokal. permainan yang dimainkan oleh anak-anak jaman dulu ini, kebanyakan dilakukan dengan cara kelompok. Psikolog anak Yulita Patricia Semet mengatakan, melakukan permainan tradisional dapat melatih kognitif atau kemampuan daya pikir (akal) anak, melatih kesabaran, ketelitian dan kreatifitas. "Juga mendukung perkembangan fisik dan sensorisnya. Baca: Baru 700 dari 2.500 Permainan Anak Indonesia yang Teridentifikasi

Yulita mengatakan banyak permainan tradisional Indonesia yang cara bermainnya langsung bersentuhan dengan tanah atau rumput. Seperti bermain egrang, dimana seseorang tidak menggunakan sendal saat bermainnya. Untuk bertahan dalam permainan egrang pun tubuh dan mental si anak dilatih untuk menjaga keseimbangan agar tetap berada di atas batok. "Fisik dan pola pikirnya juga bermain," kata Yulita.

Penelitian yang dipublikasikan oleh Journal of Pediatrics, dimotori oleh Seattle Children’s Research Institute (2011), mengungkapkan bahwa anak-anak yang menghabiskan banyak waktu dengan bermain dengan bermain video games mempunyai dampak negatif seperti; masalah interaksi sosial; kemampuan komunikasi; penurunan sikap empati; gangguan kecakapan motorik dan gangguan kesehatan.

AFRILIA SURYANIS