Bisnis, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani mendorong peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di tingkat kementerian lembaga (K/L) dan daerah diperkuat. Penguatan ini untuk mengawasi penerimaan pajak untuk negara.

Menurut Sri Mulyani, penerimaan pajak yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) masih rendah.

Hal itu dipertanyakan lantaran setiap transaksi belanja yang menggunakan anggaran negara dan daerah harus disertai perhitungan pajak penghasilan (PPh) atau pajak pertambahan nilai (PPN). Sri Mulyani pun menduga adanya kelemahan perbendaharaan.

"Ada yang belum memahami aturan transaksi keuangan di mana mereka kewajiban memotong (untuk) pajak," ujar Sri Mulyani saat Rapat Kerja Nasional Sinergi Pengawasan Penerimaan Negara oleh APIP K/L dan daerah 2017, di Kemenkeu, Jakarta, Selasa, 11 September 2017.

Sri Mulyani pun tak menutup kemungkinan adanya bendaharawan yang mengetahui kewajiban, namun tidak melaporkan pajak yang telah dipungutnya. Total bendaharawan yang mencapai 25 ribu orang dari seluruh K/L dan daerah di Indonesia, menurut dia rentan dengan praktek pelanggaran. "Manusia itu mudah jatuh dalam godaan kalau tak diawasi."

Pengawasan oleh APIP pun bisa mengurangi beban kerja Direktorat Jenderal Pajak yang selama ini juga menjalankan fungsi pengawasan. Ditjen Pajak diminta fokus perihal kontribusi penerimaan pajak yang masih minim.

Pada 2015 misalnya, APBN hanya menghasilkan penerimaan pajak sebesar Rp 84 triliun. Angka itu meningkat Rp 2 triliun pada 2016, padahal nilai belanja negara dan daerah setiap tahunnya meningkat.

Adapun Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu Sumiyati menyebut penguatan APIP bisa melalui pembinaan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). "Kami akan gunakan semua instansi yang ada," kata Sumiyati, Senin, 11 September 2017.

YOHANES PASKALIS PAE DALE