Nasional, Jakarta - Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Tjipta Lesmana  membuang pandangan saat anggota Panitia Khusus Hak Angket Masinton Pasaribu menyampaikan sejumlah tudingan kepada KPK di Cafe Lion, Jakarta Selatan, Ahad, 10 September 2017. Tjipta sempat meninggalkan ruangan diskusi saat Masinton tengah berbicara.

Ketika itu Masinton yang juga politikus PDIP sedang bicara di forum menuding KPK yang dia nilai sangat absolut. "Saya ini sebenarnya mendukung KPK. Tapi semakin ke sini KPK kan selalu merasa benar, tidak seharusnya ada lembaga yang boleh memiliki kekuasaan absolut di negeri ini," kata Masinton.

Baca: Pansus Angket KPK Bakal Panggil Deputi hingga Komisioner KPK

Pernyataan Masinton itu disampaikan dalam acara peluncuran buku Ketua Komisi Hukum DPR Bambang Soesatyo berjudul Ngeri-Ngeri Sedap : Catatan Kritis dan Kumpulan Tulisan Ketua Komisi III DPR RI. Selain Tjipta Lesmana hadir juga sejumlah narasumber, antara lain Rizal Ramli dan pengamat politik Yunarto Wijaya. Sejumlah anggota Pansus Angket KPK juga hadir, seperti Eddy Kusuma Wijaya, John Kennedy Aziz, dan Bambang Soesatyo sendiri.

Setelah Masinton selesai bicara, giliran Ketua Pansus Agun Gunanjar Sudarsa menyampaikan pandangannya mengenai usulan pembekuan KPK oleh politikus PDIP Henry Yosodiningrat. Menurut dia usulan tersebut hal yang biasa. "Seperti ketika ada pembunuhan, pasti reaksi dari masing-masing orang akan berbeda-beda. Ada yang syok, ada yang kaget," kata Agun.

Simak: Fahri Hamzah: KPK Mau Beku, Mau Cair, Mau Bubar Santai Saja

Usai Agun, barulah Tjipta Lesmana diberikan kesempatan berbicara. Tjipta langsung melancarkan pertanyaan frontal, "Saya tanya Pak Agun dan Pak Masinton, ada yang salah atau tidak dengan tindakan KPK yang menyeret sejumlah anggota DPR? KPK memang bukan malaikat, tapi sudah memiliki banyak prestasi. Kita harus akui juga memang banyak wakil rakyat yang bajingan," kata Tjipta.

Agun  memperhatikan seksama ucapan Tjipta sambil menggerak-gerakan kakinya. Sedangkan Masinton tampak sibuk menerima ajakan swafoto dengan sejumlah orang di ruangan diskusi. "Anda-anda ini tolong lihat sejarah kelahiran KPK, karena waktu KPK lahir kejaksaan dan kepolisian itu tidak berjalan efektif," ujar Tjipta.

Tjipta meninggalkan ruang diskusi sebelum acara usai. Dia kecewa karena peluncuran buku tersebut jadi ajang mengeroyok KPK. Peserta diskusi memang lebih banyak membicarakan KPK ketimbang mendiskusikan isi buku Bambang. "Saya memang agak emosional tadi, saya sebagian besar tidak setuju. Ini di undangan acaranya bedah buku tapi menyimpang, justru jadi acara keroyok KPK rame-rame," ujarnya.

Lihat: PDIP Sebut Pernyataan Henry Bekukan KPK Bukan Sikap Partai

Menurut Tjipta peluncuran buku Bambang justru menjadi panggung untuk mengagung-agungkan hak angket. "Saya  mengapresiasi buku ini karena memang isinya bagus, tapi berjam-jam saya di sini tidak satupun yang membicarakan soal isi bukunya," kata Tjipta.

Bambang Soesatyo tidak mempersoalkan arah diskusi bukunya menjadi ajang  menghakimi KPK. "Udah betul itu, kalau diskusinya mengarah ke sana artinya diskusi yang ada bisa berkembang. Bagus kan? Tapi ini tetap sebuah diskusi buku kok," ujar politikus Partai Golkar yang akrab disapa Bamsoet itu.

Adapun Agun membantah jika acara diskusi buku Bambang Soesatyo justru menjadi panggung bagi anggota Pansus untuk mencerca KPK. "Biasa saja, malah saya rasa Pansus juga sejalan dengan Prof Tjipta Lesmana. Ini kan bagian yang tak terpisahkan, kami tidak bisa mendengarkan yang sejalan saja, yang tidak sejalan juga harus didengarkan," ujarnya.

FAJAR PEBRIANTO