Metro, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyatakan rumah sakit yang menolak pasien karena alasan tidak mampu membayar uang muka bisa dianggap melakukan penelantaran. Penelantaran ini termasuk pelanggaran kemanusiaan dan regulasi. “Rumah sakit yang seharusnya berbasis kemanusiaan, tetapi justru dikelola dengan basis komersial,” kata Tulus dalam siaran pers YLKI yang dikeluarkan Ahad, 10 September 2017.

Pernyataan YLKI tersebut sebagai tanggapan atas kematian bayi bernama Tiara Debora berusia 4 bulan. Bayi tersebut adalah buah hati dari pasangan Rudianto Simanjorang dan Henny Silalahi. Debora mengalami sesak napas pada 3 September 2017 dan dilarikan ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.

Manajemen rumah sakit menangani bayi itu di instalasi gawat darurat (IGD). Dengan kondisi seperti itu seharunya Debora mendapat perawatan di fasilitas pediatric intensive care unit (PICU). Namun tindakan itu tidak bisa dilakukan karena orang tua Debora tidak mampu memenuhi syarat administrasi dengan membayar uang muka Rp 19 juta.

Orang tua Debora akhirnya mencari rumah sakit lain yang bisa menampung putri mereka. Namun belum sempat Debora dipindah, maut lebih dulu menjemput.

Tulus menyatakan prihatin atas kejadian ini. “Benar bahwa RS Mitra Keluarga telah memberikan pertolongan pertama pada pasien,” katanya. “Tetapi mengingat kondisi bayi sudah gawat, seharusnya pihak rumah sakit memberikan pertolongan dengan fasilitas PICU, bukan malah mempimpong pasien ke rumah sakit lain.”

Menurut Tulus, pemerintah harus mengusut tuntas kasus ini dan memberikan sanksi tegas kepada pengelola rumah sakit jika terbukti melakukan pelanggaran.

Rumah Sakit Mitra Keluarga belum bisa memberi tanggapan atas dugaan menelantarkan pasien ini. “Kami akan menghubungi (Anda) langsung saat keterangan resmi sudah dikeluarkan,” ujar pegawai RS Mitra Keluarga saat dihubungi Ahad, 10 September 2017.

DEWI NURITA